Proyek Pengadaan 393 Ekor Sapi Dengan Dana APBD Rp 5 Miliar Perlu Diusut …?

niagaind | 19 Maret 2025, 07:19 am | 44 views

Niagaindo.id, Jambi- Sejumlah elemen masyarakat meminta Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut aliran dana Pada proyek pengadaan sapi di Provinsi Jambi, APBD 2023 sebesar Rp 5 miliar. Karena tidak menggunakan tender/ lelang.

Proyek dari Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Provinsi Jambi ini, menuai kontroversi dari sejumlah kalangan pengamat ekonomi. Karena dibalik program untuk bantuan petani, terkesan ada melibatkan kepentingan politik dari orang- orang tertentu. Karena, dalam pelaksanaannya tidak dilakukan melalui Tender/lelang.  

Menurut Kadis Tanaman Pangan, Holtikultura dan Peternakan Provinsi Jambi Rusmusdar, yang diwakili Kabidnya Rusli Ishak, sebagaimana dikutip Jambi Link Jumat 21 Februari 2025, pada sekitar pukul 09. 52 WIB mengatakan bahwa, Proyek ini bukan tender, tapi menggunakan sistem e-katalog.

Merujuk ke Peraturan Presiden RI No. 70 tahun 2012, dan Peraturan Kepala LKPP No. 14- 15 tahun 2012, tentang Standar Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Barang/Jasa milik Pemerintah, dengan nilai paling tinggi Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dinilai bertentangan dengan sistem e-katalog yang diterapkan.  

System e-katalog, proyek pengadaan sapi tahun anggaran 2023, sebesar Rp 5 miliar ini ditetapkan pada empat Kabupaten dalam Provinsi Jambi, 1. Kabupaten Merangin – Rp 1,1 miliar, 2. Kabupaten Tebo – Rp 1,4 miliar, 3. Kabupaten Muaro Jambi dengan nilai Rp 1 miliar, 4. Kabupaten Tanjab Barat – Rp 1,3 miliar.   

Kabid Tanaman Pangan, Holtikultura dan Peternakan (TPHP) Provinsi Jambi Rusli Ishak, menjelaskan. Dalam pelaksanaan proyek pengadaan sapi tahun anggaran 2023 itu, ada Tujuh kontraktor yang ditunjuk untuk mendistribusikan 393 ekor sapi ke empat kabupaten tersebut.

Rusli Ishak juga mengakui, setiap kelompok tani menerima sapi bervariasi, dari 5 – 7 ekor, sesuaikan dari petunjuk Amggota dewan. Namun, ironisnya. Dalam kurun waktu selama 12 hari, setelah diterima oleh kelompok tani, sapi itu dilaporkan banyak yang mati.

“ Semestinya, pihak penyedia wajib menyerahkan sapi dalam kondisi sehat, berkualitas, dan layak untuk dikembangkan. Namun, dengan kejadian seperti ini, masih depertanyakan. Apakah posisi dokter hewan telah memeriksa kesehatan sapi dengan cermat, atau penggunaan dokter hewannya hanya merupakan dari formalitas?. Kalau sudah mati, siapa yang bertanggung jawab? Uang negara terbuang mubazir, harapan petani jadi pudar,” kata Rusli.(Akas)*

Berita Terkait