

Niagaindo.id, Jakarta- Pro dan kontra, antara Pengamat Hukum dengan DPR RI, tentang Undang-undang Perampasan Aset dan Revisi Undang-undang Polri yang menjadi perdebatan selama ini, nampaknya segera berakhir.
Rancangan Undang- Undang (RUU) Perampasan Aset ini telah dirancang sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan bahkan sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2012, pada saat itu Menkum dan HAM masih dijabat oleh Mahfud MD.
Sejak saat itu, 13 tahun lamanya. Draf ini terus menjadi “tunggakan legislasi,” tak kunjung mendapat pengesahan. Terakhir kalinya , RUU Perampasan Aset diajukan oleh pemerintah ke DPR, melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023, bulan Mei 2023. Namun hingga Mei 2025, belum masuk Prioritas dalam Prolegnas.
Kandidat Doktor, Pengamat Hukum dan Pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair), Hardjuno Wiwoho berpendapat, RUU ini sangat penting disahkan sebagai UU. “ Lex specialis” untuk menutup celah hukum, dalam pengembalian aset hasil kejahatan, termasuk korupsi, tanpa harus menunggu dari putusan pidana di Pengadilan.
“Saya kira, urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi sangat krusial saat ini, sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam membasmi korupsi secara efektif dan efisien. Alasannya, belakangan ini, korupsi makin meraja lela di Indonesia,” kata Hardjuno, dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Pernyataan Presiden Prabowo, untuk meminta kepada DPR RI, agar RUU Perampasan Aset ini dapat dibahas, menjadi UU. Menurut Hardjuno, momen ini sebagai sinyal kuat, keseriusan pemerintah dalam melawan korupsi. Dari itu butuh Komitmen dari partai-partai koalisi Presiden, menjadikan momen ini sebagai agenda prioritas,” katanya.
Artinya, kita sudah lebih dari satu dekade gagal mewujudkan instrumen hukum, untuk mengembalikan aset negara yang dicuri. Kalau sekarang masih juga mandek, pertanyaannya: siapa yang merasa takut ?, untuk menjadikan RUU, menjadi UU. Menurut Hardjuno, pembuktian terbalik ini tidak melanggar asas praduga tak bersalah, berlaku atas harta kekayaan yang sulit dibuktikan asal-usulnya secara sah.
Menurut Hardjuno, RUU Perampasan hak ini, Perlu keberanian politik untuk mengakhiri siklus korupsi ini. “ RUU Perampasan Aset korupsi di Indonesia, sudah jauh ketinggalan, apabila disbandingkan sama negara lain seperti Inggris, Swiss, atau negara tetangga sudah 10 decade punya rezim perampasan aset. Kalau Presiden Prabowo sudah mengajukan, tinggal eksekusinya lagi.
Pada hari Jumat (2/5/2025), Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, menyampaikan bahwa, arahan presiden. Membahas RUU perampasan Aset itu, pada prinsipnya dapat disetujui. Untuk itu kita butuh koordinasi dengan teman teman di Komisi III, agar lebih sedikit agresif, menyelesaikan pembahasan RUU – KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kata Adies.
Lebih jauh Adies Kadir menjelaskan. pembahasan RUU Perampasan Aset baru dan Polri akan dimulai setelah RUU – KUHAP selesai dibahas. “ Pembahasan RUU Perampasan Aset dan Revisi UU Polri ini segera dibahas, setelah RUU – KUHP rampung diselesaikan. alasannya, perubahan KUHAP, menjadi acuan dalam mengatur prosedur hukum pidana. Termasuk penyitaan/pengembalian aset kasus pidana.” kata Adies.
Bila pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan tanpa dasar rujukan prosedural yang jelas di KUH AP, di khawatirkan akan ada risiko ketidaksesuaian yang tumpang tindih, bias terjadi penyalahgunaan kekuasaan. “ Intinya di KUHAP yang mengatur bagaimana tentang perampasan aset ini, jangan sampai dijadikan abuse of power seperti itu. Kita juga tidak menginginkan seperti itu,” jelas Adies.(Djohan)*