

Niagaindo.id, Jakarta- Setelah diterbitkannya suarat Kepetusan dari menteri (Kepemen) Kehutanan segera melakukan penelitian terhadap 18 perusahaan yang telah menguasai lahan seluas 526.144 hektare, atas hak yang telah diberikan, berupa Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
Menurut Menteri Kehutanan, Raja Juli. Penelitian terhadap lahan seluas 526.144 hektare yang terletak dari Provinsi Aceh, Jambi, hingga ke Papua itu dilakukan, karena belum ada kesejalasan penggunaannya yang dilakukan oleh 18 perusahaan, sejak 28 tahun yanglalu.
Menteri Kehutanan, Raja Juli juga mengatakan. Penggunaan lahan seluas 526.144 hektare itu ada yang diberikan PBPH-nya pada tahun 1997, 1998, dan ada juga yang sejak 2006 dan 2010. Apabila pada saat penelitian terhadap lahan itu tidak digunakan secara maksimal, maka Izin PBPH-nya dicabut.
Raja Juli menjelaskan, izin area-area hutan yang dicabut itu, diambil alih negara dan menjadi hutan Negara, yang nanti bisa kita terbitkan kembali izinnya. Apakah dikelola BUMN, atau dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya.
Untuk itu, Kementerian ke hutanan telah mempersiapkan sejumlah prosedur, sebelum pada akhirnya akan mencabut izin tersebut. Diantaranya berkirim surat untuk menanyakan penggunaan izin yang diberikan, kemudian kementerian juga memberikan peringatan kepada pemegang Izin PBPH.
Kebijakan mencabut izin ini dilakukan, atas perintah Presiden RI, Prabowo Subianto, dengan harapan untuk melestarikan hutan di Indonesia, menjadi paru-paru dunia, dan pengelolaannya meningkatkan kesejahteraan rakyat, jelas Raja Juli.
Sementara itu, sumber lainnya juga ada yang mengatakan. Pengusaha yang mengatongi PBPH pada umumnya sering melakukan penyimpangan, seperti memanfaatkan Kayu disekitar lingkungan Hutan, tanpa didasari Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH).
Seperti yang terjadi di lokasi Jetty Beringin Kelurahan Pahandut Seberang Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya. Sekitar kurang lebih 1.000 m3 kayu log yang diduga illegal, dilakukan penyegelan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, bersama aparat Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK), dan Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) setempat.
Perusahaan pemilik kayu yang tersegel itu, adalah perusahan yang sudah memiliki izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 54/Menlhk/Setjen/HPL.0/1/2020, tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman Industri (HTI), dengan areal produksi seluas kurang lebih 10.050 hektar, di wilayah KPH unit XI, Kabupaten Kapuas.
” RKUPH merupakan dasar penyusunan Rencana Kerja Tahunan Pemanfaatan Hutan (RKTPH). Saat ini pengesahan RKTPH dilakukan secara resmi/officially oleh Kepala Dinas yang membidangi tentang Kehutanan yang ada di Provinsi. Sementara itu PBPH sendiri bisa diterbitkan oleh Menteri LHK, atas beberapa persyaratan, yaitu: (1) Penyampaian persetujuan lingkungan yang diterbitkan oleh Gubernur.
Sanksi berat untuk PBPH yang melanggar Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu tumbuh alami (Hutan alam) dalam hal: tidak melakukan pengukuran, atau pengujian Hasil Hutan; menebang pohon, melebihi 50% dari total target volume yang ditentukan, dalam RKT. Serta memanfaatkan Kayu hutan, di bawah batas diameter yang diizinkan, dan proses Pengukuran Kayu Bulat yang ditebang, melalui GANISPH.(Red)